Konsultasi Publik RAD Perlindungan Satwa Liar 2025-2029, Pj. Sekda Erwin Pratama Ungkap Pentingnya Mitigasi Konflik Manusia-Gajah

12

Takengon – Pj. Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Tengah, Erwin Pratama, S.STP, M.Si, menghadiri sekaligus membuka secara resmi kegiatan Konsultasi Publik Rencana Aksi Daerah (RAD) Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Satwa Liar Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2025–2029, Berlangsung di Aula Bappeda Aceh Tengah, Rabu (15/01/2025).

Acara dihadiri oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh Ahmad Shalihin, perwakilan WWF Aceh Indonesia Cik Rini, Akademisi Universitas Syiah Kuala Prof. Abdullah, M.Si, Plt. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Tengah, Kepala SKPK terkait, Camat dan Mukim Ketol, para Reje Karang ampar, Bergan,Pantan Reduk, Bintang Pepara, Buge Ara, dan Kekuyang, serta pihak-pihak terkait lainnya.

Dalam sambutannya, Erwin Pratama menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan RAD ini, khususnya WALHI Aceh yang memfasilitasi dan mendampingi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Menurutnya, ini merupakan strategi penting untuk mengatasi konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya gajah.

“Konflik antara manusia dan gajah di Aceh Tengah tidak hanya menjadi tantangan bagi masyarakat, khususnya petani, tetapi juga menjadi ancaman bagi upaya konservasi satwa liar. Gajah Sumatera memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, sehingga keberadaannya harus dilindungi tanpa mengesampingkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Erwin Pratama.

Erwin Pratama mengungkapkan data konflik manusia-gajah di Aceh Tengah dalam lima tahun terakhir. Dari tahun 2020 hingga 2025, tercatat 89 insiden dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp 6 miliar. Konflik ini sebagian besar melibatkan kerusakan lahan pertanian, pemukiman, dan cedera ringan pada masyarakat.

“Upaya mitigasi, seperti pemasangan pagar listrik sementara dan penggunaan gajah terlatih, telah mulai diujicobakan, tetapi masih perlu penguatan koordinasi antar lembaga dan masyarakat,” tambahnya.

Ia menegaskan pentingnya pembentukan Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) di Aceh Tengah sebagai wadah koordinasi lintas sektor untuk memantau pergerakan gajah, memberikan edukasi kepada masyarakat, serta merumuskan strategi mitigasi konflik yang lebih efektif.

RAD Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Satwa Liar Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2025–2029 memiliki sembilan strategi, yaitu: Pengelolaan Populasi dan Habitat Satwa Liar, Perlindungan dan Pemulihan Habitat Satwa Liar, Pengendalian Konflik Manusia dan Satwa, Penegakan Hukum, Penguatan Kelembagaan, Penelitian dan Inovasi, Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat, Penggalangan Dukungan Multipihak dalam berbagai aspek, dan Pendanaan Berkelanjutan.

Erwin Pratama juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya perlindungan satwa liar. Menurutnya, diversifikasi mata pencaharian yang ramah lingkungan, seperti ekowisata berbasis konservasi, dapat menjadi alternatif yang memberikan manfaat jangka panjang.

“Kami menyadari keterbatasan kewenangan dan pendanaan, namun kerja sama dengan sektor swasta melalui program CSR, serta pendanaan berbasis ekosistem dari lembaga internasional, akan menjadi solusi pendukung,” tuturnya.

Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif bahwa keberlanjutan ekosistem di Aceh Tengah merupakan tanggung jawab bersama. “Dengan kerja sama yang solid, kita dapat menemukan solusi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian ekosistem,” tutupnya.

Acara ini diakhiri dengan pembukaan resmi oleh Pj. Sekda Aceh Tengah, yang mengawali rangkaian diskusi dan sesi konsultasi publik terkait implementasi RAD. Diharapkan, ini dapat menjadi langkah konkret dalam memperbaiki hubungan manusia dengan satwa liar di Aceh Tengah. (AS/ProkopimAT)