T. Mirzuan Pimpin Rapat Pembahasan Pembangunan Infrastruktur Melalui Skema KPDBU

254

Takengon – Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menggelar rapat pembahasan Proyek KPDBU potensial di Kabupaten Aceh Tengah, Selasa (31/01/2023) bertempat di Oproom Setdakab setempat.

Pertemuan yang dilangsungkan dalam rangka mengkaji alternatif pembiayaan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU) ini, dipimpin langsung oleh Penjabat Bupati Aceh Tengah, T. Mirzuan, dengan mendatangkan narasumber dan pemrasaran yang berkompeten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu RI dan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).

Turut hadir dalam kesempatan itu Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Kemenkeu Brahmantio Isdijoso, Direktur Perencanaan Pengembangan Pembangunan Bappenas Sri Bagus Guritno, dan dari PT. Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT. PII) yang dipimpin oleh Senior Manager Guidance & Consultation Gina Fizrianingsih, serta diikuti oleh Pimpinan DPRK, Staf Ahli Bupati dan Asisten Ekonomi Pembangunan Setdakab Aceh Tengah berikut sejumlah Kepala SKPK terkait.

Sebagaimana paparan yang disampaikan Perencana Ahli Madya Bappenas, Astu Gagono Kendarto menyebutkan bahwa selama ini APBD menjadi prioritas dalam membangun infrastruktur di daerah. Namun sejak pemerintah mengeluarkan Perpres No 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, Presiden Jokowi memberikan amanat atau alternatif untuk bisa bekerjasama dengan swasta sehingga tidak terhalang dengan keterbatasan anggaran.

Dikatakannya, bekerjasama dengan KPBU akan mengurangi ketergantungan dengan mengharap dana dari APBN/APBD untuk pembangunan infrastruktur, sehingga dengan kerjasama ini APBN/APBD bisa dialihkan untuk kebutuhan di sektor lainnya.

Dia menambahkan, keunggulan KPDBU juga tercermin dari manfaat yang bisa didapatkan, antara lain peningkatan kualitas layanan, kepastian perawatan secara reguler, perencanaan, koordinasi dan seleksi proyek yang berkualitas, transparansi dalam pengadaan proyek, inovasi dalam pengadaan infrastruktur, dan pengelolaan dana infrastruktur yang lebih efisien.

“Bekerjasama dengan KPBU tidak hanya berhenti setelah infrastrukturnya selesai namun bagaimana cara pelayanan, pengelolaan, pemeliharaannya juga dipertanggungjawabkan. Jika ada yang tidak sesuai dengan perjanjian, maka akan ada pinalty dan penundaan pembayaran,” urainya.

Untuk mendukung pernyataan tersebut, hal senada juga disampaikan pemrasaran dari DJKN yang mengemukakan KPDBU merupakan penyediaan infrastruktur yang dilakukan pemerintah daerah melalui kerja sama dengan badan usaha dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja sama yang memiliki jangka waktu relatif panjang, yang terdapat pembagian alokasi resiko antara pemerintah daerah dan badan usaha.

Dia juga menerangkan, bahwa bila dilihat dari regulasi, pemerintah pusat sudah cukup mendukung persiapan KPDBU di daerah. Bahkan pada Desember 2022 lalu telah dilakukan kerjasama KPBU untuk seluruh Aceh dan telah dilakukan sosialisasi mengenai Pembangunan Infrastruktur di Aceh.

“Hal ini tentu saja dilakukan dengan harapan kelak akan dapat meningkatkan ekonomi serta kesejahteraan rakyat Aceh,” katanya.

Sementara itu, Pj. Bupati Aceh Tengah T. Mirzuan dalam sambutannya mengemukakan, ketertarikan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menawarkan skema KPDBU adalah dalam rangka menarik dana yang berasal dari pihak swasta untuk membangun infrastruktur maupun proyek-proyek diluar kemampuan APBK.

Menurut Mirzuan, dengan KPDBU, peran pelayanan masyarakat digeser ke pihak swasta (kontraktor, konsultan, dan investor) untuk membantu pemerintah daerah melayani masyarakat dengan harapan adanya pemasukan pajak; kinerja yang lebih baik; menyerap tenaga kerja; dan biaya dari swasta.

Kendati demikian, untuk mewujudkan itu semua, T. Mirzuan mengatakan masih banyak pihak-pihak yang minim pemahaman mengenai skema kerjasama tersebut. Padahal dengan adanya KPDBU, proyek-proyek yang tidak bisa berjalan karena kendala anggaran pemerintah daerah menjadi dapat berjalan melalui partisipasi pihak swasta.

“Skema KPDBU memang sampai saat ini dirasakan masih sangat awam, sehingga perlu adanya sosialisasi sekaligus menyamakan persepsi dengan stakeholder dan membangun komitmen dalam menjalankannya,” ucap Mirzuan.

Oleh karenanya Mirzuan menegaskan, untuk mewujudkan pembangunan dalam skema KPDBU ini, yang harus dilakukan adalah komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dan harus memastikan pembangunan atau proyek yang dibiayai melalui skema KPDBU tidak akan menyebabkan terjadinya kerugian bagi daerah dan menjadi beban APBK. (IMH/ProkopimAT)