Advokasi Kebijakan dan Pendampingan Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan Pantan Reduk Berakhir Damai, Korban Dapat Kembali Menempati Rumahnya
Takengon – Kasus kekerasan seksual seorang ayah warga Kampung Pantan Reduk, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, yang mencabuli dua anak kandungnya, sejak terungkap pada 16 Desember 2024 tahun lalu. Korban sempat dilarang kembali ke kampung, namun melalui mekanisme advokasi kebijakan dan pendampingan perlindungan, kasus ini diselesaikan secara musyawarah, berakhir damai, dan korban dapat pulang dengan rasa aman.
Lembaga perlindungan perempuan segera bergerak melakukan advokasi kebijakan dan pendampingan bagi korban. Proses advokasi melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Forum P2TP2A, tokoh adat, dan aparat desa, dengan tujuan merumuskan kebijakan restoratif yang memprioritaskan keselamatan korban.
Bupati Aceh Tengah menegaskan bahwa prioritas utama adalah keselamatan dan pemulihan korban, serta menjaga nama baik kampung melalui proses adat, agama dan gotong royong. “yang perlu diperhatikan poinya yang hadir ini adalah korban, ini yang kita carikan solusi yang terbaik supaya desa ini tetap aman dan nama baik desa terjaga”, Kata Bupati Haili Yoga, saat memimpin musayarawah perdamaian antara korban kekerasan dengan masyarakat kampung, yang digelar di Meunasah Kampung Patan Reduk Kecamatan Ketol, Selasa (29/04/2025).
“Kita cari soslusi yang terbaik bukan mencari masalah yang lalu, masa lalu sudah selesai bagaiamana kita menatap kedepan yang lebih baik. Mengambil keputusan dengan azas musyawarah, Saudara kita yang tertimpa musibah yang harus kita lindungi dan harus kita jaga bersama, slelsaikan dengan musyawarah, karena musyawarah adalah azas yang paling indah untuk mengambil sebuah keputusan”, jelasnya.
Dari permintaan masyarakat, diinisiasikan proses musyawarah desa untuk menentukan sanksi adat dan upaya pemulihan nama baik kampung melalui kenduri pembersihan kampung, dengan alokasi dana Rp. 15 juta dan memindah rumah korban lebih dekat dengan pemukiman warga.
“Dari permintaan masyarakat kampung ini harus dibersihkan nama baiknya atau Pembersih kampung sesuai aturan adat atas kejadian yang tidak baik. Kalau itu menjadi persoalannya itu tidak boleh kita bebankan kepada musibah. Tapi kampung juga harus kita cari solusi membersihkan nama baiknya, permitaan masyarakat melaksanakan kenduri pembersihan kampung sebesar Rp. 15 juta saya Bupati akan penuhi”, lugasnya.
“Yang terpenting kita membantu si korban, maka kampung ini kita bersihkan dengan musyawarah tidak dibebankan kepada korban”, sambungnya.
Dalam penyelesaian, semua pihak setuju mengambil keputusan berdasarkan azas musyawarah, menghentikan penggalian permasalahan lama, dan menatap masa depan yang lebih baik.
Kesepakatan damai memberikan izin bagi korban dan keluarga untuk kembali ke rumah dengan rasa aman, sekaligus menegakkan komitmen desa memulihkan kehidupan korban.
“Semoga Ini menjadi amalan kita diakhirat nanti, karena tidak membebani seseorang yang teraniaya justru kita memulihkan kembali kehidupannya untuk berusaha, gara-gara ini mungkin menjadi sejahtera, kampung ini bisa sejahtera karena pengorbanan bukan karena nafsu, kalo nafsu di kedepankan maka muncul kezaliman orang tidak bersalah kita hukum, yang bersalah kini sudah di huku”, ucapnya Bupati Haili Yoga dengan penuh semangat.
Pendampingan psikososial diberikan oleh tenaga konselor dan psikolog lapangan, memastikan korban dan keluarga mendapatkan dukungan trauma healing serta pengetahuan tentang hak-hak mereka sebagai korban kekerasan.
Dengan pelaksanaan kenduri pembersihan kampung, stigma negatif diharapkan sirna, membuka jalan bagi kampung Pantan Reduk untuk sejahtera kembali.
“Ini semua bentuk amalan kepada Allah SWT karena kita semua milik kesalahan dan kelemahan maka kita saudara kita yang tertimpa musibah wajib kita lindungi pada saat ini”, tutupnya
Kasus ini menjadi pelajaran penting menjadi kekuatan solidaritas, menunjukkan bahwa upaya advokasi dan pendampingan dapat berujung damai serta memberi harapan bagi korban dan masyarakat luas. (RH/ProkopimAT)