Takengon – Latar belakang Indonesia yang amat luas dan memiliki banyak pulau menyebabkan perbedaan budaya dan arsitektur merupakan salah satu parameter kebudayaan yang ada di Indonesia karena biasanya arsitektur terkait dengan sistem sosial, keluarga, sampai ritual keagamaan.
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat asalnya, Pembentukan arsitektur berangsur dengan sangat lama sehingga sikap bentuknya akan mengakar dalam kehidupan Masyarakat setempat.
Rumah adat suku Gayo dikenal dengan istilah ‘Umah Pitu Ruang’, berarti rumah tujuh ruang. Sekilas rumah ini memiliki bentuk yang mirip dengan ‘Rumoh Aceh’ (rumah adat Aceh). Namun secara mendetail terdapat perbedaan baik dari karakter bangunan, hingga ragam hias yang diterpakan pada rumah tersebut.
Berbagai cara telah dilakukan untuk menjaga agar arsitektur rumah adat tersebut tetap bertahan dan terjaga keasliannya. Salah satunya dengan merenovasi serta mengganti beberapa komponen-komponen pada beberapa bagian rumah adat yang sudah rapuh atau yang sudah kurang layak pakai.
Cara berikutnya membuat replika dari rumah adat tersebut supaya rumah adat yang menjadi simbol masyarakat Gayo tersebut. Tujuannya adar tidak hilang dan tetap bisa dinikmati untuk generasi yang akan datang.
Namun Upaya pelestarian tersebut juga memiliki kekurangan, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan akan arsitektur asli dari bangunan rumah adat Gayo tersebut. Terlebih kepada generasi muda masyarakat Aceh Tengah dan masyarakat Gayo pada khususnya. Padahal cara pembuatan rumah adat tersebut tidaklah seperti membangun rumah-rumah biasa.
Hal tersebut terungkap dalam, Fokus Grup Discussion (FGD) Kegiatan Program MBKM KEDAIREKA Jurusan Arsitektur Pembangunan Fakultas Teknik USK, terkait Rekonstruksi Umah Pitu Ruang sebagai Pusat Pelestarian Arsitektur Vernakular Gayo Aceh Tengah, buah kerjasama Fakultas Teknik Arsitek USK dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, yang berlangsung di Gedung Op Room Kompleks Setdakab Aceh Tengah, Rabu (31/08/2022).
Bupati Aceh Tengah, dalam hal ini diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Aceh Tengah, saat membuka secara resmi Fokus Grup Discussion (FGD) Kegiatan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kedaulatan Indonesia dalam Reka Cipta (Kedaireka) itu menyampaikan.
“Tujuan dari Fokus Grup Discussion (FGD) Rekonstruksi Umah Pita Ruang sebagai Pusat Pelestarian Arsitektur Vernakular Gayo Aceh Tengah ini, adalah untuk menyatukan persepsi dan shering pendapat terkait bentuk dan nilai estetis pada rumah adat suku Gayo yaitu Umah Pitu Ruang yang akan dibangun di Takengon Kabupaten Aceh Tengah”. Ungkap H. Harun Manzola, SE, MM. yang dalam kesempatan tersebut tampak didampingi Asisten Pemerintahan, Keistimewaan dan Kesra Setdakab Aceh Tengah Drs. H. Mursyid, M.Si.
Sebagai informasi, Umah Pitu Ruang merupakan rumah yang memiliki 7 ruangan kamar, secara filosofis setiap kamar dihuni oleh 7 keluarga yang masih bersaudara, Umah Pitu Ruang memiliki ukuran rata-rata panjang 25 sampai dengan 30 meter dan lebar rata-rata 8 sampai dengan 12 meter.
Umah Pitu Ruang merupakan jenis rumah panggung, Pada Umah Pitu Ruang biasa memiliki 41 buah Rejeni Tiang, 2 buah pintu, dan 14 buah Tingkep atau jendela, dengan dihiasi oleh berbagai macam ragam hias khas etnis Gayo yang berbentuk flora, ataupun kosmik yang dalam bahasa Gayo disebut Kerawang Gayo.
Turut serta hadir mengikuti FGD Rekonstruksi Umah Pita Ruang sebagai Pusat Pelestarian Arsitektur Vernakular Gayo Aceh Tengah tersebut, Tokoh Adat Gayo, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Budayawan, Seniman, Pemerhati Budaya, sejarawan, aktivis lingkungan dan aktivis sosial, akademisi, civitas dan para Mahasiswa/i Jurusan Arsitektur Pembangunan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. (HMA/ProkopimAT)