Tiga Komoditi Picu Proxy Inflasi Kabupaten Aceh Tengah

Asisten 2: Cabe Aceh Tengah Turut Andil Dalam Pengendalian Inflasi Daerah Lain

471

Takengon – Dalam mengendalikan inflasi daerah dan menjaga daya beli masyarakat, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sejauh ini telah melakukan berbagai langkah-langkah antisipatif, seperti menggelar operasi pasar, pemerataan distribusi sejumlah komoditas, membangun kerjasama dengan pihak terkait, serta mengoptimalkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Hal tersebut disampaikan Asisten Ekonomi Pembangunan, Harun Manzola usai mewakili Pj. Bupati Aceh Tengah mengikuti Rapat Koordinasi Dalam Rangka Pengendalian Inflasi 2023 bersama Mendagri via Zoom Meeting yang dilangsungkan di Aceh Tengah Command Centre (ATCC), Senin (20/02/2023).

Dikatakan Harun, berdasarkan reviu laporan pergerakan inflasi kabupaten/ kota di Indonesia yang dikemukakan dalam Rakor bersama Mendagri, diketahui bahwa proxy inflasi Kabupaten Aceh Tengah diawal Triwulan I Tahun 2023 ini mencapai 2,75 persen.

Disebutkannya, perkembangan inflasi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan dan fluktuasi harga beberapa jenis kelompok volatile food seperti beras, cabai rawit, tepung terigu, tahu mentah, daging ayam ras, minyak goreng, udang, pisang, telur ayam ras, gula pasir, ikan kembung, susu bubuk balita, bawang merah, bawang putih, mie instan, susu bubuk, cabe merah, daging sapi, tempe, dan jeruk.

“Beras, Cabai Merah dan Udang basah adalah tiga komoditas yang fluktuasi harganya cukup signifikan selama bulan Januari dan Februari tahun ini, sehingga memicu proxy inflasi didaerah kita yang mencapai 2,75 persen di minggu ke 3 Februari tahun 2023,” ujar Harun didampingi Kadis Pangan.

Harun menjelaskan, masih tingginya Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk komoditi beras dan udang basah tidak terlepas dari ketergantungan pasokan barang itu sendiri, yang sebagian besarnya harus didatangkan dari luar daerah. Sehingga, faktor produksi daerah asal dan biaya transportasi berpengaruh signifikan terhadap harga beli yang harus ditebus oleh konsumen di Kabupaten Aceh Tengah.

“Sejauh ini, hampir 55 persen kebutuhan beras didaerah kita harus didatangkan dari luar daerah, begitu juga dengan udang mentah yang sepenuhnya berasal dari daerah pesisir. Jadi kondisi faktor produksi diluar (daerah asal) sangat berpengaruh terhadap kemahalan harga yang harus ditanggung masyarakat kita,” beber Harun.

Namun menyikapi hal itu, untuk menjaga ketersediaan dan penyeimbang harga komoditi beras, Harun menyebutkan bahwa saat ini Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menggandeng Bulog dalam hal penyedia sembako pada pasar murah serta operasi pasar.

“Seperti operasi pasar yang baru kita lakukan pada tanggal 11 Januari s/d 09 Februari 2023 kemarin, kita bersama Bulog Aceh Tengah menyediakan beras premium di 31 toko dalam Kabupaten Aceh Tengah. Dimana masyarakat dapat menebusnya dengan harga tertinggi sebesar Rp. 149.000,- per karung ukuran 15 kg,”

“Harga ini, jauh dibawah harga beras lokal (beras kampung) dan beras Bireuen yang rata-rata dijual diatas Rp. 175.000,- per karung,” sambungnya.

Sementara itu, menyangkut harga cabe merah yang turut memberi andil atas tingginya indek perubahan harga di Kabupaten Aceh Tengah, Asisten 2 itu memberikan keterangan lebih lanjut atas belum stabilnya harga beli cabe merah di kabupaten berjuluk negeri diatas awan itu.

Dikatakannya, meskipun Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu sentral penghasil cabe di Provinsi Aceh, tidak serta merta menyebabkan harga jual cabe di daerah tersebut berada dalam kisaran harga normal.

Menurutnya, kondisi ini tidak terlepas dari masih tingginya permintaan cabe secara regional. Dia melihat sebagaian besar budidaya tanaman cabe yang dilakukan petani terutama didaerah sentra produksi seperti di Kecamatan Ketol, lebih memprioritaskan hasil panennya untuk memenuhi permintaan dari luar daerah, yang harganya sejauh ini sangat menjanjikan.

“Saat ini tidak kurang 80 ton cabe merah segar dihasilkan dari daerah ini (Kec. Ketol) setiap harinya. Komoditi ini bukan cuma dipasarkan ditingkat lokal, tetapi juga merambah pasar luar daerah seperti Medan, Pekanbaru, Batam, Jambi dan Palembang, bahkan hingga keluar Pulau Sumatera,” sebutnya.

Lebih lanjut dijelaskan Harun, ketertarikan para petani cabe dari daerah sentra produksi untuk memproritaskan hasil panennya dipasok keluar daerah juga berhubungan dengan semakin membaiknya rantai agribisnis dan tata niaga komoditi ini, ditambah lagi nilai harga jual dan ikatan jaminan pemasaran oleh penampung barang, memberi motivasi tersendiri bagi petani menjual hasilnya keluar daerah.

“Jadi berkaca pada kondisi ini, saya rasa ini penyebab utama mengapa harga beli cabe di daerah kita masih mahal, namun demikian Aceh Tengah turut berkontribusi besar dalam mengendalikan inflasi di daerah-daerah lainnya khususnya komoditi cabe,” jelas Harun.

Oleh karena itu, Harun menyebutkan bahwa dalam upaya mengendalikan inflasi terutama akibat sentimen harga ketiga komoditi maupun komoditi lainnya dalam kelompok volatile food, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah bersama pihak terkait akan terus melakukan upaya-upaya strategis, termasuk mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengendalian inflasi.

“Agar hasilnya efektif, upaya-upaya pemerintah ini kiranya mendapat dukungan partisipasi aktif dari masyarakat. Seperti ikut memberdayakan dan memanfaatkan lingkungan sekitar, misalnya dengan menanam cabai atau tanaman pangan lainnya dilahan atau pekarangan yang bisa dimanfaatkan. Hal ini setidaknya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.” Pungkas Harun Manzola, yang diamini Kepala Bappeda, Kadis Pangan, Kadis Perdagangan dan Kepala Kansilog Takengon yang turut mendampingi Asisten 2 dalam kesempatan itu. (IMH/ProkopimAT)